Info ini khususnya buat yang punya HP Nokia, buat merk lain sekedar nambah wawasan aja yach, nanti bisa nyusul artikelnya dan buat yang gak punya HP bisa nambah ilmu juga dech ( hari giniiii gak punya HP !!! ) , tapi gpp mungkin dia lagi gak mau diganggu dengan sms dan fakir "miskol" .
Ini adalah kunci kode tombol rahasia yang dapat anda jalankan sendiri dengan mengetiknya di keypad HP ponsel anda yang bermerek Nokia baik yang CDMA maupun yang GSM. Tapi harus hati-hati kalo ingin di "format", semua data bisa hilang, penulis gak bertanggung jawab atas data yang hilang .
1. Melihat IMEI (International Mobile Equipment Identity)
Caranya tekan * # 0 6 #
2. Melihat versi software, tanggal pembuatan software dan jenis kompresi software
Caranya tekan * # 0 0 0 0 #
Jika tidak berhasil coba pencet * # 9 9 9 9 #
3. Melihat status call waiting
Caranya tekan * # 4 3 #
4. Melihat nomor / nomer private number yang menghubungi ponsel anda
Caranya tekan * # 3 0 #
5. Menampilkan nomer pengalihan telepon all calls
Caranya tekan * # 2 1 #
6. Melihat nomor penelepon pada pengalihan telepon karena tidak anda jawab (call divert on)
Caranya tekan * # 6 1 #
7. Melihat nomor penelepon pada pengalihan telepon karena di luar jangkauan (call divert on)
Caranya tekan * # 6 2 #
8. Melihat nomor penelepon pada pengalihan telepon karena sibuk (call divert on)
Caranya tekan * # 6 7 #
9. Merubah logo operator pada nokia type 3310 dan 3330
Caranya tekan * # 6 7 7 0 5 6 4 6 #
10. Menampilkan status sim clock
Caranya tekan * # 7 4 6 0 2 5 6 2 5 #
11. Berpindah ke profil profile ponsel anda
Caranya tekan tombol power off tanpa ditahan
12. Merubah seting hp nokia ke default atau pabrikan
Caranya tekan * # 7 7 8 0 #
13. Melakukan reset timer ponsel dan skor game ponsel nokia
Caranya tekan * # 7 3 #
14. Melihat status call waiting
Caranya tekan * # 4 3 #
15. Melihat kode pabrik atau factory code
Caranya tekan * # 7 7 6 0 #
16. Menampilkan serial number atau nomer seri hp, tanggal pembuatan, tanggal pembelian, tanggal servis terakhir, transfer user data. Untuk keluar ponsel harus direset kembali.
Caranya tekan * # 92702689 #
17. Melihat kode pengamanan ponsel anda
Caranya tekan * # 2 6 4 0 #
18. Melihat alamat ip perangkat keras bluetooth anda
Caranya tekan * # 2 8 2 0 #
19. Mengaktifkan EFR dengan kualitas suara terbaik namun boros energi batere. Untuk mematikan menggunakan kode yang sama.
Caranya tekan * # 3 3 7 0 #
20. Mengaktifkan EFR dengan kualitas suara terendah namun hemat energi batere. Untuk mematikan menggunakan kode yang sama.
Caranya tekan * # 4 7 2 0 #
21. Menuju isi phone book dengan cepat di handphone nokia
Caranya tekan nomer urut lalu # contoh : 150#
22. Mengalihkan panggilan ke nomor yang dituju untuk semua panggilan
Caranya tekan * * 2 1 * Nomor Tujuan #
23. Mengalihkan panggilan ke nomor yang dituju untuk panggilan yang tidak terjawab
Caranya tekan * * 6 1 * Nomor Tujuan #
24. Mengalihkan panggilan ke nomor yang dituju untuk panggilan ketika telepon hp anda sedang sibuk
Caranya tekan * * 6 7 * Nomor Tujuan #
Keterangan Tambahan :
- Kode diinput tanpa spasi
- Ada kode-kode nokia yang berlaku pada tipe tertentu saja
Ini juga bukan untuk HP yang rusak yach
Untuk HP yang rusak, silahkan di "LEM BIRU" alias Lempar Beli Baru
SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA & SELAMAT MEMBACA
Minggu, 29 Mei 2011
UU REPUBLIK INDONESIA NO 10 TAHUN 2004
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2004
TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 10 TAHUN 2004
TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang | a. | bahwa pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang undangan; | ||||
b. | bahwa untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan peraturan perundang undangan, maka negara Republik Indonesia sebagai negara yang berdasar atas hukum perlu memiliki peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang undangan; | |||||
c. | bahwa selama ini ketentuan yang berkaitan dengan pembentukan peraturan perundang undangan terdapat dalam beberapa peraturan perundang undangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan hukum ketatanegaraan Republik Indonesia; | |||||
d. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan; | |||||
Mengingat | : | Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, dan Pasal 22A Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | ||||
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA | ||||||
MEMUTUSKAN: | ||||||
Menetapkan | : | UNDANG UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN. | ||||
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 | ||||||
Dalam Undang Undang ini yang dimaksud dengan: | ||||||
1. | Pembentukan Peraturan Perundang undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. | |||||
2. | Peraturan Perundang undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. | |||||
3. | Undang Undang adalah Peraturan Perundang undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. | |||||
4. | Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang adalah Peraturan Perundang undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. | |||||
5. | Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang Undang sebagaimana mestinya. | |||||
6. | Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang undangan yang dibuat oleh Presiden. | |||||
7. | Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. | |||||
8. | Peraturan Desa/peraturan yang setingkat adalah Peraturan Perundang undangan yang dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. | |||||
9. | Program Legislasi Nasional adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis. | |||||
10. | Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis. | |||||
11. | Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundang undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah. | |||||
12. | Materi Muatan Peraturan Perundang undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang undangan. | |||||
Pasal 2 | ||||||
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. | ||||||
Pasal 3 | ||||||
(1) | Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang undangan. | |||||
(2) | Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | |||||
(3) | Penempatan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tidak merupakan dasar pemberlakuannya. | |||||
Pasal 4 | ||||||
Peraturan Perundang undangan yang diatur lebih lanjut dalam Undang Undang ini meliputi Undang Undang dan Peraturan Perundang undangan di bawahnya. | ||||||
BAB II ASAS PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN | ||||||
Pasal 5 | ||||||
Dalam membentuk Peraturan Perundang undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang undangan yang baik yang meliputi : | ||||||
a. | kejelasan tujuan; | |||||
b. | kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; | |||||
c. | kesesuaian antara jenis dan materi muatan; | |||||
d. | dapat dilaksanakan; | |||||
e. | kedayagunaan dan kehasilgunaan; | |||||
f. | kejelasan rumusan; dan | |||||
g. | keterbukaan. | |||||
Pasal 6 | ||||||
(1) | Materi Muatan Peraturan Perundang undangan mengandung asas : | |||||
a. | pengayoman; | |||||
b. | kemanusiaan; | |||||
c. | kebangsaan; | |||||
d. | kekeluargaan; | |||||
e. | kenusantaraan; | |||||
f. | bhinneka tunggal ika; | |||||
g. | keadilan; | |||||
h. | kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; | |||||
i. | ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau | |||||
j. | keseimbangan, keserasian, dan keselarasan | |||||
(2) | Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang undangan yang bersangkutan. | |||||
Pasal 7 | ||||||
(1) | Jenis dan hierarki Peraturan Perundang undangan adalah sebagai berikut: | |||||
a. | Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | |||||
b. | Undang Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang; | |||||
c. | Peraturan Pemerintah; | |||||
d. | Peraturan Presiden; | |||||
e. | Peraturan Daerah. | |||||
(2) | Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi : | |||||
a. | Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur; | |||||
b. | Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota; | |||||
c. | Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. | |||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. | |||||
(4) | Jenis Peraturan Perundang undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang undangan yang lebih tinggi. | |||||
(5) | Kekuatan hukum Peraturan Perundang undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | |||||
BAB III MATERI MUATAN Pasal 8 | ||||||
Materi muatan yang harus diatur dengan Undang Undang berisi hal hal yang: | ||||||
a. | mengatur lebih lanjut ketentuan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi: | |||||
1. | hak hak asasi manusia; | |||||
2. | hak dan kewajiban warga negara; | |||||
3. | pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara; | |||||
4. | wilayah negara dan pembagian daerah; | |||||
5. | kewarganegaraan dan kependudukan; | |||||
6. | keuangan negara, | |||||
b. | diperintahkan oleh suatu Undang Undang untuk diatur dengan Undang Undang. | |||||
Pasal 9 | ||||||
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang sama dengan materi muatan Undang Undang. | ||||||
Pasal 10 | ||||||
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang Undang sebagaimana mestinya. | ||||||
Pasal 11 | ||||||
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah. | ||||||
Pasal 12 | ||||||
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang undangan yang lebih tinggi. | ||||||
Pasal 13 | ||||||
Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang undangan yang lebih tinggi. | ||||||
Pasal 14 | ||||||
Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang Undang dan Peraturan Daerah. | ||||||
BAB IV PERENCANAAN PENYUSUNAN UNDANG UNDANG Pasal 15 | ||||||
(1) | Perencanaan penyusunan Undang Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional. | |||||
(2) | Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah. | |||||
Pasal 16 | ||||||
(1) | Penyusunan Program Legislasi Nasional antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dikoordinasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi. | |||||
(2) | Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dikoordinasikan oleh alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi. | |||||
(3) | Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Peraturan Perundang undangan. | |||||
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. | |||||
BAB V PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN | ||||||
Bagian Kesatu Persiapan Pembentukan Undang Undang Pasal 17 | ||||||
(1) | Rancangan undang undang baik yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, maupun dari Dewan Perwakilan Daerah disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional. | |||||
(2) | Rancangan undang undang yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rancangan undang undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. | |||||
(3) | Dalam keadaan tertentu, Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden dapat mengajukan rancangan undang undang di luar Program Legislasi Nasional. | |||||
Pasal 18 | ||||||
(1) | Rancangan undang undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. | |||||
(2) | Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang undang yang berasal dari Presiden, dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang undangan. | |||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. | |||||
Pasal 19 | ||||||
(1) | Rancangan undang undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. | |||||
(2) | Rancangan undang undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Daerah dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. | |||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat dan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah. | |||||
Pasal 20 | ||||||
(1) | Rancangan undang undang yang telah disiapkan oleh Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. | |||||
(2) | Dalam surat Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditegaskan antara lain tentang menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan rancangan undang undang di Dewan Perwakilan Rakyat. | |||||
(3) | Dewan Perwakilan Rakyat mulai membahas rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat Presiden diterima. | |||||
(4) | Untuk keperluan pembahasan rancangan undang undang di Dewan Perwakilan Rakyat, menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa memperbanyak naskah rancangan undang undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan. | |||||
Pasal 21 | ||||||
(1) | Rancangan undang undang yang telah disiapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan dengan Perwakilan Rakyat kepada Presiden. | |||||
(2) | Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undang undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat diterima. | |||||
(3) | Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengkoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang undangan. | |||||
Pasal 22 | ||||||
(1) | Penyebarluasan rancangan undang undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat. | |||||
(2) | Penyebarluasan rancangan undang undang yang berasal dari Presiden dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. | |||||
Pasal 23 | ||||||
Apabila dalam satu masa sidang, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden menyampaikan rancangan undang-undang mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan undang-undang yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan rancangan undang-undang yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. | ||||||
Bagian Kedua Persiapan Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden | ||||||
Pasal 24 | ||||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan pemerintah pengganti undang undang, rancangan peraturan pemerintah, dan rancangan peraturan presiden diatur dengan Peraturan Presiden. | ||||||
Pasal 25 | ||||||
(1) | Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. | |||||
(2) | Pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pengajuan rancangan undang undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang undang menjadi undang undang. | |||||
(3) | Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang tersebut tidak berlaku. | |||||
(4) | Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, maka Presiden mengajukan rancangan undang undang tentang pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang undang tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut. | |||||
Bagian Ketiga Persiapan Pembentukan Peraturan Daerah | ||||||
Pasal 26 | ||||||
Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah atau gubernur, atau bupati/walikota, masing masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, atau kota. | ||||||
Pasal 27 | ||||||
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan daerah yang berasal dari gubernur atau bupati/walikota diatur dengan Peraturan Presiden. | ||||||
Pasal 28 | ||||||
(1) | Rancangan peraturan daerah dapat disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat daerah yang khusus menangani bidang legislasi. | |||||
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. | |||||
Pasal 29 | ||||||
(1) | Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh gubernur atau bupati/walikota disampaikan dengan surat pengantar gubernur atau bupati/walikota kepada dewan perwakilan rakyat daerah oleh gubernur atau bupati/walikota. | |||||
(2) | Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh dewan perwakilan rakyat daerah disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kepada gubernur atau bupati/walikota. | |||||
Pasal 30 | ||||||
(1) | Penyebarluasan rancangan peraturan daerah yang berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah dilaksanakan oleh sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah. | |||||
(2) | Penyebarluasan rancangan peraturan daerah yang berasal dari gubernur atau bupati/walikota dilaksanakan oleh sekretaris daerah. | |||||
Pasal 31 | ||||||
Apabila dalam satu masa sidang, gubernur atau bupati/walikota dan dewan perwakilan rakyat daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah, mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh dewan perwakilan rakyat daerah, sedangkan rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh gubernur atau bupati/walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. | ||||||
BAB VI PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RANCANGAN UNDANG UNDANG | ||||||
Bagian Kesatu Pembahasan Rancangan Undang undang di Dewan Perwakilan Rakyat | ||||||
Pasal 32 | ||||||
(1) | Pembahasan rancangan undang undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden atau menteri yang ditugasi. | |||||
(2) | Pembahasan rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pus at dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dilakukan dengan mengikutkan Dewan Perwakilan Daerah. | |||||
(3) | Keikutsertaan Dewan Perwakilan Daerah dalam pembahasan rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya pada rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi. | |||||
(4) | Keikutsertaan Dewan Perwakilan Daerah dalam pembahasan rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diwakili oleh komisi yang membidangi materi muatan rancangan undang undang yang dibahas. | |||||
(5) | Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tingkat tingkat pembicaraan. | |||||
(6) | Tingkat tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna. | |||||
(7) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat. | |||||
Pasal 33 | ||||||
Dewan Perwakilan Rakyat memberitahukan Dewan Perwakilan Daerah akan dimulainya pembahasan rancangan undang undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2). | ||||||
Pasal 34 | ||||||
Dewan Perwakilan Daerah memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. | ||||||
Pasal 35 | ||||||
(1) | Rancangan undang undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh Dewan Perwakllan Rakyat dan Presiden. | |||||
(2) | Rancangan undang undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. | |||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat. | |||||
Pasal 36 | ||||||
(1) | Pembahasan rancangan undang undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang undang menjadi undang undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan rancangan undang undang. | |||||
(2) | Dewan Perwakilan Rakyat hanya menerima atau menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang. | |||||
(3) | Dalam hal rancangan undang undang mengenai penetapan peraturan pemerintah pengganti undang undang menjadi undang undang ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang tersebut dinyatakan tidak berlaku. | |||||
(4) | Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat maka Presiden mengajukan rancangan undang undang tentang pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang undang tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut. | |||||
Bagian Kedua Pengesahan | ||||||
Pasal 37 | ||||||
(1) | Rancangan undang undang yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang Undang. | |||||
(2) | Penyampaian rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. | |||||
Pasal 38 | ||||||
(1) | Rancangan undang undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang undang tersebut disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. | |||||
(2) | Dalam hal rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang undang tersebut disetujui bersama, maka rancangan undang undang tersebut sah menjadi Undang Undang dan wajib diundangkan. | |||||
(2) | Dalam hal sahnya rancangan undang undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi: Undang Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. | |||||
(4) | Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Undang Undang sebelum Pengundangan naskah Undang Undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | |||||
Pasal 39 | ||||||
(1) | Peraturan Pemerintah ditetapkan untuk melaksanakan Undang Undang. | |||||
(2) | Setiap Undang Undang wajib mencantumkan batas waktu penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sebagai pelaksanaan Undang Undang tersebut. | |||||
(3) | Penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara tidak atas permintaan secara tegas dari suatu Undang Undang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | |||||
BAB VII PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH | ||||||
Bagian Kesatu Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah | ||||||
Pasal 40 | ||||||
(1) | Pembahasan rancangan peraturan daerah di dewan perwakilan rakyat daerah dilakukan oleh dewan perwakilan rakyat daerah bersama gubernur atau bupati/walikota. | |||||
(2) | Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tingkat tingkat pembicaraan. | |||||
(3) | Tingkat tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat daerah yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna. | |||||
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. | |||||
Pasal 41 | ||||||
(1) | Rancangan peraturan daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota. | |||||
(2) | Rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota. | |||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali rancangan peraturan daerah diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. | |||||
Bagian Kedua Penetapan | ||||||
Pasal 42 | ||||||
(1) | Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kepada gubernur atau bupati/walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. | |||||
(2) | Penyampaian rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. | |||||
Pasal 43 | ||||||
(1) | Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota. | |||||
(2) | Dalam hal rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh gubernur atau bupati/walikota dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, maka rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan. | |||||
(3) | Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan Daerah ini dinyatakan sah. | |||||
(4) | Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah ke dalam Lembaran Daerah. | |||||
BAB VIII TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN | ||||||
Pasal 44 | ||||||
(1) | Penyusunan rancangan peraturan perundang undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang undangan. | |||||
(2) | Ketentuan mengenai teknik penyusunan peraturan perundang undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang Undang ini. | |||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan peraturan perundang undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden. | |||||
BAB IX PENGUNDANGAN DAN PENYEBARLUASAN | ||||||
Bagian Kesatu Pengundangan | ||||||
Pasal 45 | ||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam : | ||||||
a. | Lembaran Negara Republik Indonesia | |||||
b. | Berita Negara Republik Indonesia | |||||
c. | Lembaran Daerah atau | |||||
d. | Berita Daerah. | |||||
Pasal 46 | ||||||
(1) | Peraturan Perundang undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, meliputi: | |||||
a. | Undang Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang; | |||||
b. | Peraturan Pemerintah; | |||||
c. | Peraturan Presiden mengenai: | |||||
1) | pengesahan perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara lain atau badan internasional; dan | |||||
2) | pernyataan keadaan bahaya. | |||||
d. | Peraturan Perundang undangan lain yang menurut Peraturan Perundang undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | |||||
(2) | Peraturan Perundang undangan lain yang menurut Peraturan Perundang undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. | |||||
Pasal 47 | ||||||
(1) | Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia memuat penjelasan Peraturan Perundang undangan yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | |||||
(2) | Tambahan Berita Negara Republik Indonesia memuat penjelasan Peraturan Perundang undangan yang dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia. | |||||
Pasal 48 | ||||||
Pengundangan Peraturan Perundang undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dilaksanakan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang undangan. | ||||||
Pasal 49 | ||||||
(1) | Peraturan Perundang undangan yang diundangkan dalam Lembaran Daerah adalah Peraturan Daerah. | |||||
(2) | Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota, atau peraturan lain di bawahnya dimuat dalam Berita Daerah. | |||||
(3) | Pengundangan Peraturan Daerah dalam Lembaran Daerah dan Berita Daerah dilaksanakan oleh sekretaris daerah. | |||||
Pasal 50 | ||||||
Peraturan Perundang undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang undangan yang bersangkutan. | ||||||
Bagian Kedua Penyebarluasan Pasal 51 | ||||||
Pemerintah wajib menyebarluaskan Peraturan Perundang undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia. | ||||||
Pasal 52 | ||||||
Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan peraturan di bawahnya yang telah diundangkan dalam Berita Daerah. | ||||||
BAB X PARTISIPASI MASYARAKAT Pasal 53 | ||||||
Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah. | ||||||
BAB XI KETENTUAN LAIN LAIN Pasal 54 | ||||||
Teknik penyusunan dan/atau bentuk Keputusan Presiden, Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah, Keputusan Ketua Mahkamah Agung, Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi, Keputusan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan, Keputusan Gubernur Bank Indonesia, Keputusan Menteri, keputusan kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Keputusan Gubernur, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Keputusan Bupati/Walikota, Keputusan Kepala Desa atau yang setingkat harus berpedoman pada teknik penyusunan dan/atau bentuk yang diatur dalam Undang Undang ini. | ||||||
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 55 | ||||||
Pengundangan Peraturan Perundang undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkannya Undang Undang ini. | ||||||
BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 56 | ||||||
Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum Undang Undang ini berlaku, harus dibaca peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang Undang ini. | ||||||
Pasal 57 | ||||||
Pada saat Undang Undang ini mulai berlaku maka: | ||||||
a. | Undang Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat; | |||||
b. | Ketentuan ketentuan dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang Undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan Berita Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang Undang Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai Undang Undang Federal (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 1), sepanjang yang telah diatur dalam Undang Undang ini; dan | |||||
c. | Peraturan Perundang undangan lain yang ketentuannya telah diatur dalam Undang Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. | |||||
Pasal 58 | ||||||
Undang Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 November 2004. | ||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | ||||||
Disahkan di Jakarta | ||||||
pada tanggal 22 Juni 2004 | ||||||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, | ||||||
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI | ||||||
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 2004 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, | ||||||
BAMBANG KESOWO | ||||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 53. |
Langganan:
Postingan (Atom)